Selasa, 12 April 2011

PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN SEJARAH


Pengajaran Sejarah

Menurut I Gde Widja (1989: 91) sejarah adalah studi keilmuan tentang segala sesuatu yang telah dialami manusia di waktu lampau dan yang telah meninggalkan jejak-jejaknya di waktu sekarang. Penekanan perhatian diletakkan pada aspek peristiwanya sendiri, dalam hal ini terutama yang bersifat khusus dari segi-segi urutan perkembangannya yang kemudian disusun dalam suatu cerita sejarah.
Pengajaran Sejarah bertujuan agar peserta didik memperoleh kemampuan untuk berfikir historis dan memahami sejarah. Melalui pengajaran sejarah, diharapkan peserta didik mampu mengembangkan kompetensi untuk berfikir secara kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lampau yang dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan proses perkembangan dan perubahan masyarakat serta keragaman sosial budaya dalam rangka menemukan dan menumbuhkan jati diri bangsa di tengah-tengah kehidupan masyarakat dunia. Menurut Hill tujuan pengajaran sejarah bagi peserta didik, yaitu :
1.      Secara unik memuaskan rasa ingin tahu anak tentang orang lain, kehidupan, tokoh-tokoh, perbuatan dan cita-citanya yang dapat menumbuhkan kegairahan dan kekaguman
2.      Mewariskan kebudayaan dari umat manusia, penghargaan terhadap sastra, seni serta cara hidup orang lain.
3.      Melatih tertib intelektual yaitu ketelitian dalam memahami dan ekspresi, menimbang bukti, memisahkan yang penting dari yang tidak penting, antara propaganda dan kebenaran
4.      Melalui pelajaran sejarah dapat dibandingkan kehidupan sekarang dan masa yang akan datang
5.      Pelajaran sejarah memberikan latihan dalam pemecahan masalahmasalah atau pertentangan dunia masa kini
6.      Mengajarkan peserta didik untuk berpikir sejarah, menggunakan masa lampau untuk mempelajari masa sekarang dan yang akan datang
7.      Mengajarkan peserta didik untuk berpikir kreatif.
8.      Untuk menjelaskan masa sekarang
9.      Untuk menjelaskan sejarah bahwa status apapun dari ini adalah hasil dari apa yang terjadi pada masa lampau, dan apa yang akan terjadi pada hari ini mempengaruhi masa depan
10.   Menikmati sejarah
11.  Membantu peserta didik akrab dengan unsur-unsur dalam sejarah (Isjoni, 2007:40).
Pelajaran Sejarah memiliki peranan penting dalam pendidikan di Indonesia. Dengan adanya pelajaran Sejarah peserta didik mendapat pelajaran penting soal hidup dan kehidupan. Mempelajari bagaimana kita bertahan melalui badai krisis dan konflik baik pribadi maupun kolektif dalam sistem kemasyarakatan, bagaimana kita mengantisipasi kondisi politik, kemanan, ekonomi, budaya bagaimana kita membuat strategi-strategi dalam berbagai bidang, dan masih banyak lagi yang kita dapatkan dari pelajaran Sejarah. Pendidikan Sejarah merupakan salah satu elemen penting dalam upaya meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara. Dengan memaknai Sejarah, para pelajar selaku peserta didik dapat lebih mudah menentukan peranannya bagi kemajuan negeri ini. Sejarah memberikan pengetahuan tentang karakter dan jati diri bangsa, baik dalam skala regional maupun nasional. Pemahaman dan pembelajaran yang baik terhadap sejarah, dengan sendirinya, akan membangkitkan jiwa nasionalisme dan patriotisme dalam diri peserta didik.
Menurut Depdiknas (2003), pengajaran Sejarah di sekolah berfungsi untuk menyadarkan peserta didik akan adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu dan untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini dan masa depan di tengah-tengah perubahan dunia.

Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Sejarah

Jika di tinjau dari betapa pentinganya peserta didik memperoleh pengetahuan tentang sejarah tentunya dalam kegiatan pembelajaran sejarah ini sangat dituntut keaktifan peserta didik, dan kretivitas seorang guru atau pendidik terutama guru bidang studi Pendidikan Sejarah sehingga Pendidikan Sejarah sudah mencerminkan tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Ada beberapa faktor penyebab kelemahan pengajaran sejarah dalam proses penyampaian guru dan penguasaan peserta didik terhadap materi sejarah menurut antara lain :
1.      Kurangnya kesadaran sebagian guru tentang bagaimana sebuah peristiwa sejarah di tulis.
2.      Kurangnya akses terhadap hasil-hasil penelitian sejarah.
3.      Kurangnya variasi dalam metode penyampaian materi sejarah (Wasino, 2004:2).
Berdasarkan pernyataan Gerace Leksana, staf program pendidikan ISSI, dalam sebuah diskusi berjudul: “Diskusi Publik Nasional: Mengkaji Ulang Peranan Pendidikan Sejarah” (12/11/2010), terdapat beberapa penyebab tidak berkembangnya Pendidikan Sejarah. Pertama, belum lengkap buku dan sumber belajar yang tersedia secara gratis. Kedua, terbatasnya jam tatap muka dan adanya perbedaan materi ajar di IPA, IPS, dan Bahasa. Ketiga, masih terbatas kegiatan pengembangan profesi guru sejarah. Keempat, terbatasnya peran guru sejarah dalam menentukan kebijakan-kebijakan pendidikan, khususnya terkait dengan Pendidikan Sejarah. Kelima, pendanaan yang diberikan pemerintah terhadap pengembangan organisasi guru sejarah.
Sangat masuk akal jika di lapangan atau di sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta menunjukkan bahwa hasil belajar Sejarah peserta didik tidak maksimal. Mata pelajaran Pendidikan Sejarah hanya di anggap angin lalu, tidak operasional dan fungsional untuk masa yang akan datang. Jika dilihat dari berbagi keterbatasan pengelolaan Pendidikan Sejarah diatas, maka perlu di tegaskan lagi  bahwa perencanaan dan impementasi pembelajaran yang dilakukan oleh para guru Sejarah cenderung  masih dilandasi dengan metode ceramah, dimana peserta didik tidak termotivasi dan menjadi pasif sehingga pelajaran boleh dikatakan tidak bisa diterima peserta didik dan tidak berkualitas. Hal tersebut menunjukkan adanya kelemahan dalam pengajaran sejarah yang dirasa membosankan dan tidak menarik, padahal peserta didik adalah subjek dari suatu sistem pendidikan yang seharusnya melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan.
Dampak buruk dari Pendidikan Sejarah yang hanya terkesan menyentuh ranah kognitif saja dan tanpa menyentuh ranah yang lainnya menjadikan Pendidikan Sejarah hanyalah sederetan kronologis dan histori yang sudah lapuk dan tidak penting untuk di pelajari lebih mendalam. Peserta didik hanyalah ladang yang duduk diam dan tidak melakukan aktivitas apapun kecuali hanya mendengarkan apa yang di katakana oleh guru. Padahal aktivitas siswa memegang peranan yang amat penting jika di kaji lebih lanjut. Aktivitas adalah suatu kegiatan atau keaktifan atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik. Dengan adanya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran akan tercipta belajar aktif. Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Secara teoritis, metode mengajar dalam pengajaran Sejarah dapat dipilih dari sekian banyak metode mengajar yang telah tersedia. Seorang guru harus mempunyai kemampuan di dalam memilih metode yang tepat untuk setiap pokok bahasan, bahkan untuk setiap tujuan khusus pengajaran yang telah dirumuskan, Keterbatasan-keterbatasan pengelolaan pembelajaran Sejarah yang selama ini masih mewarnai pendidikan di indonesia secara otomatis menuntut guru agar lebih kreatif. Kekreatifan tersebut dapat diselaraskan dengan perkembangan zaman di kalangan peserta didik. Dengan penyelarasan yang baik, akan muncul metode pembelajaran yang lebih modern dan lebih bervariasi. Kreativitas juga bisa muncul apabila guru lebih banyak membaca buku-buku baru sehingga data sejarah yang disajikan lebih up to date. Hal-hal seperti ini akan sangat membantu peserta didik dalam mengusir rasa kebosanannya terhadap sejarah. Untuk meningkatkan keaktifan peserta didik terhadap pelajaran sejarah, guru dapat melakukan variasi dalam proses belajar mengajar, salah satunya melalui penerapan reenactment.
Reenactment adalah suatu kondisi dimana guru mengajak peserta didik untuk  merasakan dan seolah-olah mengalami kembali peristiwa Sejarah yang pernah terjadi dimasa lalu. Melalui reenactment para peserta didik seakan-akan dapat dibawa kembali ke peristiwa masa silam. Mereka akan merasakan partisipasi dan konteks zaman dimana sebuah peristiwa Sejarah terjadi. Reenactment akan menjadi lebih bermakna dengan aktivitas memainkan peran tokoh-tokoh yang terlibat dalam sebuah peristiwa sejarah. Mereka akan lebih memahami mengapa si tokoh mengambil sebuah keputusan yang mempengaruhi sebuah peristiwa sejarah. Dengan reenactment  ini, aktivitas pembelajaran Sejarah akan lebih bermakna dan inovatif karena memberikan pengalaman belajar yang konkrit.
Salah satu metode pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan reenactment adalah dengan  unjuk-kinerja (performance). Ada beberapa kegiatan unjuk-kinerja yang dapat membawa peserta didik menjadi seorang reenactor, yaitu dengan pertunjukkan drama.
Kata “drama” berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, beraksi, dan sebagainya. Drama berarti perbuatan, tindakan atau action (Harymawan, 1988:1). Menurut Aristoteles, drama adalah tiruan (imitasi) dari action (Dietrich, 1953:3). Ada beberapa pengertian yang dirumuskan oleh banyak ahli di bidang drama: Menurut Moulton, drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented action). Menurut Brander Mathews, konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama. Menurut Ferdinand Brunetierre, drama haruslah melahirkan kehendak manusia dengan action. Menurut Balthazar Verhagen, drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak. Menurut Dietrich, drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan dengan menggunakan percakapan dan action pada pentas di hadapan penonton (audience).
Drama adalah sebuah lakon atau cerita berupa kisah kehidupan dalam dialog dan lakuan tokoh berisi konflik manusia. Drama sebagai karya sastra dapat dibedakan menurut dua penggolongan mendasar yaitu drama sebagai sastra lisan dan drama sebagai karya tulis. Sebagai sastra lisan drama adalah teater, sedangkan drama sebagai karya tulis adalah peranan naskah terhadap komunikasi drama itu sendiri. Dalam hal ini lebih ditekankan aspek pembaca drama daripada penonton, dan merubah pendekatan yang berorientasi kepada aktor ke pendekatan yang berorientasi terhadap naskah.
Dalam pembelajaran Sejarah seorang guru dapat menerapkan  model drama sejarah. Drama Sejarah adalah aktivitas unjuk-kinerja berupa drama, namun mengambil latar cerita peristiwa-peristiwa sejarah. Masyarakat Indonesia sudah sangat sering melakukan drama sejarah ini dalam wujud Lenong, Ludruk atau penampilan lainnya.

0 komentar:

Posting Komentar